Entri Populer

Kamis, 20 Januari 2011


Masjid Terapung Segera Berdiri di Palu

Kota Palu, Sulawesi Tengah, sebentar lagi akan mempunyai masjid terapung. Hari Rabo (19/01) kemarin, waki Kota Palu, Rudy Mastura telah meletakkan batu pertama sebagai awal dimulainya pembangunan masjid yang terletak di atas pantai Talise tersebut.

Pembangunan masjid yang dinamakan Argam Bab Al Rahman ini diperkirakan akan selesai pada bulan Juli 2011 nanti. Masjid dibangun dengan luas 121 meter persegi dan diperkirakan bisa memuat jamaah hingga 150 orang.
Secara keseluruhan, biaya pembangunan ini sepenuhnya ditanggung oleh Muhammad Hasan Bajamal, seorang pengusaha sukses yang memiliki SPBU di Kota Palu.
Masjid berlantai satu dengan empat menara ini berjarak 30 meter dari bibir pantai. Sesuai gambar maket, masjid ini seolah-olah mengapung di atas air laut dengan dikelilingi pemandangan Teluk Palu.
“Pembangunan ini mengenang Dato Karama, salah satu penyebar agama Islam di Palu pada abad ke-17, petama kali beliau menginjakkan kaki di Kampung Lere, yakni lokasi di sekitar pembangunan masjid Argam Bab Al Rahman saat ini” jelasnya, Rabo (19/01) kemarinNama
Dato Karama sendiri sudah diabadikan menjadi nama Sekolah Tinggi Agama Islam di Palu.

Rabu, 19 Januari 2011

Subjek dan Objek PBB


Subjek PBB
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai :
> hak atas bumi, dan atau
> memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
> memiliki, menguasai, dan atau
> memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.

Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :
[a]. Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;

[b]. Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;

[c]. Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap diterima.

Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP (surat pemberitahuan objek pajak) secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB atau KPP Pratama yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Untuk mendapatkan SPOP, wajib pajak tidak harus menunggu kiriman dari KPPBB atau KPP Pratama tetapi dapat meminta langsung di TPT (tempat pelayanan terpadu) KPPBB atau KPP Pratama secara gratis.

SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah:
[a]. Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Negara maupun Wajib Pajak sendiri;

[b]. Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

[c] Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani.


Objek PBB
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
[1] Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;

[2] Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
[2.a]. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satukesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
[2.b]. jalan TOL;
[2.c]. kolam renang;
[2.d] pagar mewah;
[2.e]. tempat olah raga;
[2.f]. galangan kapal, dermaga;
[2.g]. taman mewah;
[2.h]. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
[2.i]. fasilitas lain yang memberikan manfaat.


Objek pajak yang tidak dikenakan PBB
[1] Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

[2] Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

[3] Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

[4] Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

[5] Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan.




Yang menjadi Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata – nyata mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
Subjek pajak tersebut diatas merupakan wajib pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Wajib Pajak Ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak
Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak.

Contohnya :
1.
Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
2.
Suatu Objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan dipengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan Objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
3.
Subjek pajak dalam waktu yang lama berada diluar wilayah letak Objek pajak, sedang untuk merawat Objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa daat ditunjuk sebagai wajib pajak.

Penunjukkan sebagai wajib pajak oleh Direktur Jenderal Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

Keberatan atas Penetapan
Subjek pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut dapat memberikan surat keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap Objek pajak yang dimaksud.

Apabila disetujui oleh DJP maka DJP membatalkan penetapan sebagai wajib pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya surat keterangan tersebut.

Sedangkan apabila ditolak maka DJP mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasan.

Kemudian apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat keterangan wajib pajak dan DJP tidak memberikan keputusan maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.

Dasar Hukum :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 4)


PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMBENTUKAN DAN ATAU PEMELIHARAAN BASIS DATA SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBJEK PAJAK (SISMIOP)

BAB I PENDAHULUAN

1.1
LATAR BELAKANG


1.
Sesuai Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-undang 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;


2.
Asas perpajakan nasional adalaha self assessment, yaitu suatu asas yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya di bidang perpajakan, sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan secara adil. 

Dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, salah satu pemberian kepercayaan tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mendaftarkan sendiri objek pajak yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatnkan (self assessment di bidang pelaporan), ke Direktorat Jenderal Pajak atau tempat-tempat lain yang ditunjuk;


3.
Mengingat besarnya jumlah objek pajak dan beragamnya tingkat pendidikan dan pengetahuan wajib pajak, maka belum seluruhnya wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan objek pajak yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkannya. Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, maka Direktorat Jenderal Pajak mengadakan kegiatan pendataan Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh Direktorat Jenderal Pajak atau bekerjasama dengan pihak lain/ketiga yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
Kegiatan pendataan dapat dilaksanakan dengan 4 (empat) alternatif, yaitu :  


a.
Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP, lebih lanjut dibagi menjadi pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP perorangan serta penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Kolektif;


b.
Identifikasi objek pajak;


c.
Verifikasi data objek pajak;


d.
Pengukuran bidang objek pajak;


4.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan pajak ditentukan melalui kegiatan penilaian atas objek pajak. Dalam melaksanakan kegiatan ini, dapat dipergunkan pendekatan data pasar, pendekatan biaya dan pendekatan kapitalisasi pendapatan. Sedangkan teknik yang digunakan dalam penilaian adalah secara individu atau secara massal.

Dengan semakin pentingnya kedudukan NJOPsebagai acuan dalam berbagai jenis kegiatan khususnya yang berkaitan dengan akurasi data objek pajak dan nilai jual objek pajak, terutama setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, maka kegiatan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek pajak harus semakin ditingkatkan baik kualitas maupunkuantitasnya.


5.
Basis data SISMIOP yang telah terbentuk yaitu seluruh objek dan subjek pajak bumi dan bangunan yang telah diberi Nomor Objek Pajak (NOP), kode ZNI, dan DBKB dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu yang disimpan dalam media komputer, perlu selalu dipelihara dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pemeliharaan basis data tersebut didasarkan kepada informasi/laporan baik yang diterima langsung dari wajib pajak bersangkutan, laporan petugas Direktorat Jenderal Pajak, maupun laporan pejabat lain sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  
1.2.
MAKSUD DAN TUJUAN

Kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB dimaksudkan untuk menciptakan suatu basis data yang akurat dan up to date dengan mengintegrasikan semua aktivitas administrasi PBB ke dalam satu wadah, sehingga pelaksanaannya dapat lebih seragam, sederhana, cepat, dan efisien. Dengan demikia, diharapkan akan dapat tercipta: pengenaan pajak yang lebih adil dan merata, peningkatan realisasi potensi/pokok ketetapan, peningkatan tertib administrasi dan peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Untuk menjaga akurasi data objek dan subjek pajak yang memenuhi unsur relevan, tepat waktu, andal, dan mutakhir, maka basis data tersebut di atas perlu dipelihara dengan baik.  
   
1.3.
ISTILAH DAN PENGERTIAN



1.
Basis Data
Kumpulan informasi objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan serta data pendukung lainnya dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu serta disimpan dalam media penyimpan data.


2.
Blok
Zona Geografis yang terdiri dari sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/atau buatan manusia yang bersifat permanen/tetap, seperti jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan.

Penentuan batas blok tidak terikat kepada batas RT/RW dan sejenisnya dalam satu desa/kelurahan.


3.
Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB)
Daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponenutama dan/atau biaya komponen material bangunan dan biaya komponen fasilitas bangunan.


4.
Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP)
Daftar himpunan yang memuat data nama wajib pajak, letak objek pajak, NOP, besar serta pembayaran pajak terhutang yang dibuat per desa/kelurahan.


5.
Daftar Hasil rekaman (DHR)
Daftar yang memuat rincian data tentang objek dan subjek pajak serta besarnya nilai objek pajak sebagai hasil dari perekaman data.


6.
Daftar Perubahan Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Daftar yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang dipergunakan untuk melaporkan perubahan/mutasi objek dan subjek PBB secara kolektif melalui Kepala Desa.


7.
Data Harga Jual
Data/informasi mengenal jual beli tanah dan/atau bangunan yang didapat dari sumber pasar dan sumber lainnya seperti Camat PPAT, Notaris PPAT, aparat desa/kelurahan, iklan media cetak, dan lain-lain.


8.
Duplikasi (Back Up)
Proses Penggandaan/duplikasi data ke dalam media penyimpan data dengan tujuan untuk keamanan dari kemungkinan rusak atau hilangnya data yang tersimpan dalam hard disk.


9.
Editing
Kegiatan memperbaiki,melengkapi, dan menyempurnakan data grafis hasil pekerjaan scanning agar dapat dimanfaatkan oleh aplikasi SIG PBB.


10.
Gambar Sket
Gambar tanpa skala yang menunjukkan letak relatif objek pajak, zona nilai tanah, dan lain sebagainya dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan.


11.
Jenis Penggunaan Bangunan (JPB)
Pengelompokkan bangunan berdasarkan tipe konstruksi dan peruntukkan/penggunaannya.


12.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang digunakan sebagai dasar pengenaan Pajka Bumi dan Bangunan di wilayah kerja Kanwil DJP yang bersangkutan.


13.
Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK)
Formulir tambahan yang dipergunakan untuk menghimpun data tambahan atas objek pajak yang mempunyai kriteria khusus yang belum tertampung dalam SPOP dan LSPOP.


14.
Nomor Objek Pajak (NOP)
Nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 Undang-undnag Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 12 tahun 1994) yang mempunyai karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan yang berlaku secara nasional.


15.
Nilai Indikasi Rata-rata (NIR)
Nilai Pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam sutu zona nilai tanah.


16.
Objek Acuan
Suatu objek yang mewakili, dari sejumlah objek yang serupa/sejenis yang nilainya telah diketahui, dan telah berfungsi sebagai objek acuan dalam melakukan penilaian objek khusus secara individual.


17.
Objek Pajak Non Standar
Objek pajak yang tidak memenuhi kriteria objek pajak standar.


18.
Objek Pajak Umum
Objek pajak yang memiliki jenis konstruksi dan material pembentuk yang umum digunakan. Jenis objek pajak umum dibagi dua yaitu objek pajak standar dan non standar.


19.
Objek Pajak Khusus
Objek Pajak yang memiliki jenis konstruksi khusus baik ditinjau dari segi material pembentuk maupun keberadaannya memiliki arti yang khusus.
Contoh : pelabuhan udara, pelabuhan laut, lapangan golf, pabrik semen/kimia, jalan tol, dan lain-lain.


20.
Objek Pajak Standar
Objek pajak yang memiliki luas bangunan ≤ 10.000 m2.


21.
Pelayanan Informasi Telepon (PIT)
Salah satu bentuk pelayanan wajib pajak dari Kantor Pelayanan PBB yang dapat diakses melalui pesawat telepon/faksimile.


22.
Pembentukan Basis Data
Suatu rangkaian kegiatan untuk membentuk suatu basis data yang sesuai dengan ketentuan SISMIOP (pendaftaran, pendataan dan penilaian, serta pengolahan data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan) dengan bantuan komputer pada suatu wilayah tertentu, yang dilakukan oleh kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau pihak lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
 

23.
Pemeliharaan Basis Data
Kegiatan memperbaharui atau menyesuaikan basis data yang telah terbentuk sebelumnya melalui kegiatan verifikasi/penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan Pasal 21 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undnag-undang Nomor 12 Tahun 1994 dan/atau laporan dari wajib pajak yang bersangkutan dalam rangka akurasi data.


24.
Pemulihan (Recovery)
Kegiatan untuk memulihkan kembali data dan/atau program yang rusak dalam basis data dengan jalan memasukkan (restore) data dan/atau program cadangan.


25.
Pemutakhiran Basis Data (Up Dating)
Pekerjaan yang dilakukan untuk menyesuaikan data yang disimpan di dalam basis data dengan data yang sebenarnya di lapangan.


26.
Pendaftaran objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Kegiatan subjek pajak untuk mendaftarkan objek pajaknya dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sesuai Prosedur Pelayanan Satu Tempat.


27.
Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh data objek dan subjek pajak sesuai prosedur Pembentukan Basis Data.

Kegiatan ini dapat dilaksanakan bekerja sama dengan pihak lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


28.
Pendekatan Biaya
Cara penentuan Nilai jual Objek Pajak (NJOP) dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada waktu penilaian dilakukan dikurangi dengan penyusutannya.


29.
Pendekatan Data Pasar
Cara penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang telah diketahui harga jualnya, dengan memperhatikan antara lain faktor letak, kondisi fisik, waktu, fasilitas, dan lingkungan.


30.
Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan
Cara penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan mengkapitalisasi pendapatan bersih 1 (satu) tahun dari objek pajak tersebut.


31.
Pengiriman (Transfer)
Kegiatan pengiriman data ke dalam media komputer dari kantor-kantor Direktorat Jenderal Pajak ke pihak lain agar data tersebut selalu sama.


32.
Penilaian dengan bantuan komputer (Computer Assisted Valuation=CAV)
Proses penilaian yang menggunakan bantuan komputer dengan kriteria yang sudah ditentukan.


33.
Penilaian individual
Penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitubgkan semua karakteristik dari setiap objek pajak.


34.
Penilaian Massal
Penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar yang dalam hal ini disebut Computer Assisted Valuation (CAV)


35.
Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Kegiatan Direktorat Jenderal Pajak untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan kapitalisasi pendapatan. 


36.
Penyusutan
Berkurangnya nilai bangunan yang disebutkan yang disebabkan oleh keusangan/penurunan kondisi fisik bangunan.


37.
Peta Blok
Peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/atau batas buatan manusia, seperti : jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam satu wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan.


38.
Peta Digital
Peta yang mempunyai format digital, mempunyai besaran vektor, dan tersimpan dalam media komputer.


39.
Peta Desa/Kelurahan
Peta wilayah administrasi desa/kelurahan dengan skala tertentu yang memuat segala informasi mengenai jenis tanah, batas dan nomor blok, batas wilayah administrasi pemerintahan, dan keterangan lainnya yang diperlukan.


40.
Peta Foto
Peta yang detailnya adalah bayangan fotografis yang sudah dibetulkan serta diberikan keterangan tambahan yaitu data kartografi yang penting, sehingga dapat digunakan sebagai peta.


41.
Peta Garis
Peta yang menggambarkan unsur-unsur di permukaan bumi dalam bentuk bayangan garis, unsur yang digambarkan dinyatakan dalam bentuk simbol, serta dilengkapi dengan legenda.


42.
Peta Kerja
Salinan/foto copy peta garis, peta foto, atau foto udara yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan pendataan di lapangan.


43.
Plotting
Pencetakkan peta digital ke media kertas/drafting film/kalkir.


44.
Peta Zona Nilai Tanah
Peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompokobjek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi desa/kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada batas blok.


45.
Scanning/pemindai
Kegiatan entry data grafis ke dalam media komputer.


46.
Sistem Informasi Geografis Pajak Bumi dan Bangunan (SIG PBB)
Aplikasi yang mengintegrasikan  antara data grafis dan numerik serta merupakan bagian dari SISMIOP.


47.
Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP)
Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan komputer, sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas objek pajak (Nomor objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP< dan sebagainya). Pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.


48.
Sistem Pelayanan Satu Tempat
Tata cara pemberian pelayanan urusan Pajak Bumi dan Bangunan kepada wajib pajak/masyarakat pada tempat yang telah ditentukan dan mudah dijangkau oleh wajib pajak/masyarakat.


49.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
Surat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak beserta lampirannya dan digunakan oleh subjek/wajib pajak untuk melaporkan data objek pajaknya.


50.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
Surat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menetapkan besarnya pajak terhutang.


51.
Surat Tanda Terima Setoran (STTS)
Surat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai bukti pembayaran pajak terhutang.


52.
Zona Nilai Tanah
Zona geografis yang terdiri atas sekelompok aobjek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata yang dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu satuan wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pada batas blok.

1.4.
STRUKTUR/BAGAN UMUM


1.
SISMIOP terdiri atas 5 (lima) unsur dan beberapa sub sistem. Di dalamnya terdapat unsur NOP, Blok, ZNI, DBKB, dan Program Komputer, serta sub sistem pendataan, sub sistem Pelayanan Satu Tempat.

2.
Sub sistem-sub sistem tersebut di atas masing-masing melakukan fungsi yang berlainan, tetapi menggunakan basis data yang sama.

3.
Untuk mengoperasikan sistem ini dengan bantuan komputer, setiap objek pajak diberi NOP sebagai tanda pengenal yang unik, permanen, dan standar.

4.
NOP merupakan alat yang dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi dari masing-masing sub sistem yang ada dalam SISMIOP dalam rangka pemenuhan fungsi dan tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

5.
Struktur/Bagan Umum SISMIOP dapat dilihat pada Lampiran 1.



1.5.
UNSUR-UNSUR POKOK SISMIOP
SISMIOP terdiri atas 5 (lima) unsur yaitu NOP, Blok, ZNT, DBKB, dan Program Komputer.

1.5.1.
Nomor Objek Pajak (NOP)

A.
Spesifikasi Nomor Pajak (NOP)


Penomoran objek pajak merupakan salah satu elemen kunci dalam pelaksanaan pemungutan PBB dalam arti luas. Spesifikasi NOP dirancang sebagai berikut :


1.
Unik, artinya satu objek PBB memperoleh satu NOP dan berbeda dengan NOP untuk objek PBB lainnya.


2.
Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek PBB tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama.


3.
Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional.


B.
Maksud dan Tujuan Pemberian NOP


1.
Untuk menciptakan identitas yang standar bagi semua objek Pajak Bumi dan Bangunan secara nasional, sehingga semua aparat pelaksana Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai pemahaman yang sama atas segala informasi yang terkandung dalam NOP.


2.
Untuk menertibkan administrasi objek PBB dan menyederhanakan administrasi pembukuan, sehingga sesuai dengan keperluan pelaksanaan PBB. Dalam pelaksanaannya NOP juga identik dengan nomor SPPT, STTS, dan DHKP.


3.
Untuk membentuk file induk PBB (master file) yang terdiri atas beberapa file yang salin berkaitan melalui NOP.


C.
Manfaat Penggunaan NOP


1.
Mempermudah mengetahui lokasi/letak objek pajak.


2.
Mempermudah untuk mengadakan pemantauan penyampaian dan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sehingga dapat diketahui objek yang belum/sudah terdaftar.


3.
Sebagai sarana untuk mengintegrasikan data atributik dan data grafis (peta) PBB.


4.
Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda.


5.
Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga dapat diterima wajib pajak tepat pada waktunya.


6.
Memudahkan pemantauan data tunggakan.


7.
Dengan adanya NOP wajib pajak mendapatkan identitas untuk setiap objek pajak yang dimiliki atau dikuasainya.


D.
Tata Cara Pemberian NOP
Secara rinci tata cara pemberian NOP diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ.6/1992 tanggal 12 Juni 1992 tentang Petunjuk Teknis Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan.

1.5.2.
Blok
Blok ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokkan bidang tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen. Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang terjadi pada sistem identifikasi dapat menyulitkan pelaksanaan dan administrasi. Alasan kestabilan ini yang menyebabkan RT/RW/RK atau sejenisnya yang cenderung mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek pajak yang bersifat permanen dalam jangka panjang. Sehingga apabila RT/RW/RK atau sejenisnya dimasukkan sebagai bagian dari NOP/blok dapat menyebabkan NOP/blok tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk identifikasi objek pajak. Jadi penetapan definisi serta pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen.

Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis permanen yang ada, jalan bebas hambatan, jalan arteri, jalan lokal, jalan kampung/desa, jalan setapak/lorong/gang rel kereta api, sungai, saluran irigasi, saluran buangan air hujan (drainage), kanal, dan lain-lain.

Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas desa/kelurahan dan dusun. Batas lingkungan dan RT/RW/RK atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan terdiri atas satu RT/RW/RK atau sejenisnya atau lebih.

Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang 200 objek pajak atau luas sekitar 15 ha, hal ini untuk memudahkan kontrol dan pekerjaan pendataan di lapangan dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk menciptakan blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin kestabilannya.

Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di dalam basis data.

1.5.3.
Zona Nilai Tanah (ZNT)
ZNT sebagai komponen utama identifikasi nilai objek pajak bumi mempunyai satu permasalahan yang mendasar, yaitu kesulitan dalam menentukan batasnya karena pada umumnya bersifat imajiner. Oleh karena itu secara teknis, penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan/pemilikan atas bidang objek pajak. Persyaratan lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan nilai tanah antar zona. Perbedaan tersebut dapat bervariasi misalnya 10%. Namun pada prakteknya penentuan suatu ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data pendukung (data pasar) yang dianggap layak untuk dapat mewakili nilai tanah atas objek pajak yang ada pada ZNT yang bersangkutan.

 Penentuan nilai jual bumi sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan cenderung didasarkan kepada pendekatan data pasar. Oleh karena itu keseimbangan antar zona yang berbatasan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan mulai dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat petinggi perlu diperhatikan.

Informasi yang berkaitan dengan letak geografis diwujudkan dalam bentuk peta atau sket salah satu hal terpenting adalah pemberian kode untuk setiap ZNT. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan menentukan letak relatif objek pajak di lapangan maupun untuk kepentingan lainnya dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Setiap ZNT diberi kode dengan menggunakan kombinasi dua huruf dimulai dari AA sampai dengan ZZ. Aturan pemberian kode pada peta ZNT mengikuti pemberian nomor blok pada peta desa/kelurahan atau NOP pada peta blok (secara spiral).

1.5.4.
Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB)
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Sebagaimana dengan bumi, bangunan juga harus ditentukan nilai jualnya.  

Nilai Jual Objek Pajak Bangunan dihitung berdasarkan biaya pembuatan baru untuk bangunan tersebut dikurangi dengan penyusutan. Untuk mempermudah penghitungan Nilai Jual Objek Pajak bangunan harus disusun Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). DBKB terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen utama, material, dan fasilitas. DBKB berlaku untuk setiap Daerah Kabupaten/Kota dan dapat disesuaikan dengan perkembangan harga dan upah yang berlaku.

1.5.5.
Program Komputer
SISMIOP, sebagai pedoman administrasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mulai diaplikasikan (diberlakukan) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1992, merupakan sistem administrasi yang mengintegrasikan seluruh pelaksanaan kegiatan PBB. SISMIOP diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem perpajakan di masa mendatang yang membutuhkan kecepatan, keakuratan, kemudahan dan tingkat efisiensi yang tinggi. 

Untuk menunjang kebutuhan akan sistem perpajakan diatas maka SISMIOP memasukkan Program Komputer sebagai salah satu unsur pokoknya. Program komputer adalah aplikasi komputer yang dibangun untuk dapat mengolah dan menyajikan basis data SISMIOP yang telah tersimpan dalam format digital.

Pada awalnyasistem komputerisasi PBB dibangun dalam suatu plat-form sebagai berikut :

-
Menggunakan perangkat keras berbasis Personal Computer (server);

-
Sistem operasi Unix;

-
Perangkat lunak basis data Recital dan;

-
Program aplikasi SISMIOP yang dibangun menggunakan perangkat lunak Recital;





Sejak tahun 1996 program komputer ini dikembangkan pada aplikasi lainny, antara lain aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) PBB dan aplikasi Pelayanan Informasi Telepon (PIT). Aplikasi SIG PBB dan PIT merupakan suatu sistem yang terintegrasi dengan SISMIOP dan tetap menggunakan basis data SISMIOP sebagai sumber informasi data numeris.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam mengolah basis data yang besar serta terjaminnya keamanan basis data yang tersimpan, maka aplikasi SISMIOP sejak tahun 1997 telah dikembangkan dalam perangkat lunak basis data yang dipilih oleh Departemen Keuangan RI sebagai standar pengolahan basis data, sehingga seluruh instansi di bawah Departemen Keuangan diharapkan akan lebih mudah dalam tukar menukar informasi.

Sistem SISMIOP yang dibangun dengan Perangkat Lunak Basis data Oracle sejak tahun 2000 tersebut selanjutnya dinamakan i-sismiop. Nama tersebut mempunyai dua pengertian yaitu Integrated dan Internet Ready.

1.
Integrated mempunyai pengertian bahwa sistem tersebut mengintegrasikan seluruh aplikasi yang ada yaitu SISMIOP, SIG, PIT, aplikasi BPHTB, dan aplikasi P3, dengan menggunakan basis-data Oracle.

2.
Internet Ready dimaksudkan bahwasistem tersebut mempunyai kemampuan interkoneksi dengan sistem yang lain dengan memanfaatkan teknologi internet. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan perangkat lunak yang digunakan secara luas di kalangan pengguna teknologi informasi.
 Berdasarkan  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
  1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  2. Subyek pajak harta warisan yang belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.
  3. Subyek pajak badan-badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,  kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
  • Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  • Penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
  • Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  • Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indoneisa tidak kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dijelaskan tentang apa yang tidak termasuk dalam obyek pajak, yakni sebagai berikut :
  1. Badan perwakilan negara asing.
  2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pajabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan  bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
  3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut namun organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan di Indonesia.
  4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Adapun objek pajak penghasilan adalah penghasilan itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. undang-undang pajak penghasilan ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam arti yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.

Objek Pajak Penghasilan
Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
- keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
- keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
- keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha;
- keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g.dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Surplus Bank Indonesia
s. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mnegatur mengenai KUP.


Objek Pajak yang dikenakan PPh final
Atas penghasilan berupa:
• bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya;
• penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
• penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
• penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak Termasuk Objek Pajak
1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs;
2. Warisan;
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
- merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MENANAMKAN MODAL PADA BIDANG TERTENTU ATAU PADA BIDANG TERTENTU DAN DAERAH TERTENTU (PERATURAN PEMERINTAH No.1 Tahun 2007)
Latar Belakang
1. Investasi langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan untuk bidang-bidang usaha tertentu dan atau daerah-daerah tertentu;

2. Untuk mendorong investasi tersebut perlu diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 31 A Undang-Undang Pajak Penghasilan;

Dasar Hukum
•Pasal 31 A Undang-undang Pajak Penghasilan
•Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007-07-20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007
•Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007

Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan ?
Fasilitas Pajak Penghasilan ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk :
• Perseroan terbatas; atau
• Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah asa, yang melakukan penanaman modal baik untuk:
• Penanaman modal baru; maupun
• Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu;

Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
Bentuk Fasilitas Pajak Penghasilan apa saja dapat diberikan ?
Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan dalam bentuk :

a.pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
Contoh :
PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100 miliar berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100 miliar = Rp 5 miliar setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas.